BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pengembangan
Pendidikan Multikultral dalam KTSP Motto “Bhineka Tunggal Ika” yang
tercantum dalam lambang negara kita sangat tepat dalam menggambarkan
realita yang ada. Data secara antropologis menunjukkan bahwa Indonesia
memiliki lebih dari 300 suku bangsa yang memiliki keragaman sosial dan
budaya. Kelompok-kolompok budaya besar seperti Aceh, Batak, Minangkabau,
Dayak, Jawa, Bugis-Makasar, Ambon, Papua dan lain-lain adalah contoh
dari keberagaman tersebut. Belum lagi kelompok-kelompok budaya yang
relatif lebih kecil dibanding dengan kelompok pendukung kebudayaan
sebelumnya. Dalam realita yang seperti ini maka pendidikan multikultur
merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari. Pendidikan
multikultural merupaan pendidikan yang memberikan penekanan terhadap
proses penanaman cara hidup yang saling menghormati, tulus, dan toleran
terhadap keanekaragaman budaya hidup di tengah-tengah masyarakat dengan
tingkat pluralitas yang tinggi. Dalam konteks Indonesia yang sarat
dengan kemajemukan, pendidikan ini memiliki peran yang sangat strategis
untuk dapat mengelola kemajemukan secara kreatif (Ngainun naim dan
Achmad Sauki, 2008: 191).
Pendidikan
yang diharapkan mampu menghasilkan output yang bisa menjawab tantangan
zaman tidaklah mudah diwujudkan. Pendidikan adalah proyek jangka panjang
semua negara, tak terkecuali Indonesia. Pendidikan manjadi standar dan
tolok ukur seberapa jauh sebuah negara itu mampu bersaing di dunia
internasional.
Semakin
baik mutu pendidikan yang dimiliki suatu negara, maka negara tersebut
semakin siap bersaing di kancah global. Begitu sebaliknya semakin rendah
mutu pendidikan suatu bangsa maka negara tersebut kian terpuruk dan
tersingkirkan dalam perhelatan dunia global.
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana sejarah model-model pendidikan multicultural?
Bagaimana perkembangan model-model pendidikan mutikultural?
Seberapa penting model-model pendidikan multicultural?
BAB II
PEMBAHASAN
Model-Model Pendidikan Multikultural
Kita
tahu bahwa selama kurun waktu 32 tahun negara ini dibawah kekuasaan
orde baru. Dimana selama kurun waktu itulah kemajemukan yang dimiliki
bangsa ini terkekang dan hanya diperkenalkan melalui simbol saja tanpa
menyentuh pada esensinya. Politik monokulturalisme yang dilaksanakan
oleh pemerintah orde baru atas nama stabilitas untuk pembangunan telah
meniadakan local cultural genius. Padahal sistem atas tradisi
sosialkultural merupakan kekayaan yang tidak ternilai harganya.
Lembaga
pendidikan sebagai pembentuk karakter bangsa mendapatkan tantangan
tersebut. Bagaimana pendidikan bisa menjawab kebutuhan masyarakat yakni
meredam konflik dan membangun suasana kehidupan yang damai antar
kelompok, suku, ras dan agama. Itulah yang menjadi pertanyaan pokok
sebagai evaluasi kita bersama. Kebutuhan masyarakat yang heterogen
adalah kebutuhan untuk hidup damai dan rukun. Pada titik inilah
diperlukan strategi peberdayaan masyarakat dalam dinamika multikultural.
Tawarannya adalah kesadaran multikulturalisme yang dibangkitkan melalui
pendidikan multikultural di sekolah-sekolah.
Untuk
konteks Indonesia, teori ini sejalan dengan semboyan Bhinneka Tunggal
Ika. Secara normatif, semboyan tersebut memberi peluang kepada semua
elemen bangsa untuk mengapresiasikan identitas bahasa, etnik, budaya dan agama masing-masing, dan bahkan diizinkan untuk mengembangkannya.
Dengan
pengembangan model pendidikan berbasis multikultural diharapkan mampu
menjadi salah satu metode efektif untuk meredam konflik. Selain itu,
pendidikan multikultural bisa menanamkan sekaligus mengubah pemikiran
peserta didik untuk benar-benar tulus mengharagai keberagaman etnis,
agama, ras, dan golongan. Sebab problem penstrukturanmasyarakat yang
heterogen dalam sebuah wilayah daerah tidak bisa diselesaikan tanpa
adanya pendidikan multikultural.
Berpijak
dari fakta di atas, maka pendidikan berbasis multikultural menemukan
titik urgensitasnya. Hadirnya pendidikan multikultural di tengah-tengah
dunia pendidikan kita menjadi hal sangat mendesak. Sebab selain
menawarkan solusi untuk keluar dari konflik yang berbau sara, model
pendidikan ini juga mengandalkan terbentuknya rasa toleransi, saling
menghormati, menghargai dan menjunjung tinggi rasa kebersamaan dalam
perbedaan.
Menurut
Jose A.Cardinas (1975) dalam Mundzier Suparta, menjelaskan pentingnya
pendidikan multikultural ini didasarkan pada lima pertimbangan:
ketidakampuan hidup secara harmoni (incompatibility),
tuntutan bahasa lain (other language acquisition),
keberagaman budaya (cultural pluralism),
pengembangan citra diri yang positif (development of positive self-image), dan
kesetaraan memperoleh kesempatan pendidikan (equility of educational opportunity).
Di
lain pihak, Donna M.Gollnick(1983) menyebutkan bahwa pentingnya
pendidikan multikultural dilatar belakangi oleh beberapa asumsi:
setiap budaya dapat berinteraksi dengan budaya lain yang berbeda, dan bahkan dapat saling memberi kontribusi;
keadilan sosial dan kesempatan yang setara bagi semua orang merupakan hak bagi semua warga negara;
distribusi kekusaan dapat dibagi secara bersama kepada semua kelompok etnik,
sistem pendidikan memberikan fungsi kritis terhadap kebutuhan kerangka sikap dan nilai demi kelangsungan masyarakat demokratis; serta
para guru dan para praktisi pendidikan dapat mengasumsikan sebuah peran kepemimpinan dalam mewujudkan lingkungan yang mendukung pendidikan multikultural.
Sementara
itu, pendidikan multikultural menjadi penting sebab konsep ini
setidaknya bertumpu pada dua keyakinan. Pertama, secara sosial semua
kelompok budaya dapat di representasikan dan hidup berdampingan bersama
dengan orang lain. Kedua, diskriminasi dan rasisme dapat direduksi
melalui penetapan citra positif keragaman etnik dan pengetahuan
budaya-budaya lain. Oleh karena itu wawasan dan gagasan multikultural
perlu dikukuhkan dalam dunia pendidikan.
Bila
pendidikan multikultural dapat dilakukan di sekolah-sekolah, hasilnya
akan melahirkan peradaban dan bengunan masyarakat yang toleran,
demokratis, penuh kebajikan, suka tolong menolong, tenggang rasa,
keharmonisan, keindahan dan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan. Intinya ,
gagasan dan rancanan ekolah yang berbasis multikultural adalah sebuah
keniscayaan dengan catatan bahwa kehadirannya tidka mengaburkan dan atau
menciptakan ketidakpastian jati diri para kelompok yang ada.
Sebaiknya
perguruan tinggi, termasuk perguruan tinggi berafiliasi agama
pengembangan model pendidikan multikultural dilakukan secara
terintegrasi. Kurikulum perguruan tinggi perlu mengadopsi dan
mengakomodasi keanekaragaman nilai di masyarakat berbasis budaya dan
agama berbeda. Perguruan tinggi dapat mengembangkan model pendidikan
sesuai kebutuhan dan kondisi masing-masing. Dengan pengembangan
kurikulum itu, diharapkan perguruan tinggi dapat menjadi agen perdamaian
dan kemajuan bangsa, tak terkecuali perguruan tinggi berafiliasi agama.
Pendidikan
multikultural juga dinilai penting guna menjembatani perbedaan
kepentingan dan perbedaan karakter dalam pendidikan-pendidikan lokal.
Perbedaan kepentingan merupakan salah satu kendala pembangunan
pendidikan nasional selama lebih dari setengah abad terakhir.
Multikulturalisme
dalam konteks menghargai budaya dan agama lain merupakan salah satu
pengamalan akidah agama Islam. Dalam Islam disebutkan, kita juga harus
mengayomi agama dan budaya lain selama mereka tidak mengganggu tatanan
dan sistem yang ada. Akan tetapi, prinsip pluralisme yang menyamaratakan
agama-agama yang berbeda tidak bisa diterima, padahal agama tidak sama
satu sama lain.
Masyarakat
Negara Kesatuan Republik (NKRI) terdiri atas berbagai suku bangsa dan
setiap suku bangsa berbeda dalam banyak hal dengan suku bangsa lainnya.
Adanya berbagai perbedaan tidak hanya memberikan keunikan yang menarik
yang dapat dibanggakan, namun di pihak lain dapat menimbulkan berbagai
konflik. Dengan munculnya konflik besar di Indonesia seperti di Ambon,
Poso, Aceh, Papua, dan konflik-konflik lainnya semakin dirasakan bahwa
perlu ada cara untuk membekali anak-anak sebagai penerus bangsa untuk
menghambat terjadinya konflik dan menjaga kesatuan NKRI. Salah satu cara
yang tepat untuk menjaga kesatuan NKRI adalah melalui pendidikan
multikultural pada anak-anak sekolah dasar (SD) dengan menggunakan Seri
Pustaka Anak Nusantara (Seri PAN) yaitu film semi dokumenter dalam
bentuk VCD yang dilengkapi buku narasi dan aktivitas anak. Seri PAN ini
merupakan salah satu bentuk materi pembelajaran untuk pendidikan
multikultural hasil kerja sama VISI ANAK BANGSA dengan INDOFOOD dan DIAN
RAKYAT.
Model
penyelenggaraan pendidikan multikultur di sekolah dapat dilakukan
dengan cara terintegrasi dalam mata pelajaran pada kurikulum tingkat
satuan pendidikan. Oleh karena itu, pembelajaran pendidikan multikultur
ini diharapkan tidak merubah struktur kurikulum dan tidak menambah
alokasi waktu. Penerapan atau pengintegrasian pendidikan multikultur
secara jelas terlihat dalam silabus dan RPP. Melalui cara itu, maka akan
terimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran baik di kelas maupun di
luar kelas secara kontekstual. Selain itu, pendidikan multikultur juga
bukan mata pelajaran terpisah sehingga harus terintegrasi dan bukan
merupakan pengetahuan yang bersifat kognitif sehingga materi seyogyanya
dikemas dalam bentuk afektif dan kinerja siswa serta pendekatan
materinya dapat bersifat tematis. Yang perlu diperhatikan dalam hal ini
adalah upaya menerapkan atau mengintegrasikan muatan nilai-nilai
yangterkandung dalam pendidikan multikultur kedalam mata pelajaran
melalui kegiatankegiatan sehingga dapat diterapkan dan tercermin dalam
kehidupan peserta didik. Selain itu, penerapan atau pengintegrasian
pendidikan multikultur harus dilakukan dan terlihat dalam aktivitas
seluruh warga sekolah maupun dalam manajemen sekolah secara umum (Pusat
Kurikulum Depdiknas 2007).
Dalam konteks teoritis, belajar dari model-model pendidikan
multikultural yang pernah ada dan sedang dikembangkan oleh negara-negara
maju, dikenal lima pendekatan, yaitu:
pendidikan mengenai perbedaan-perbedaan kebudayaan atau multikulturalisme.
pendidikan mengenai perbedaan-perbedaan kebudayaan atau pemahaman kebudayaan.
pendidikan bagi pluralisme kebudayaan.
pendidikan dwi-budaya.
pendidikan multikultural sebagai pengalaman moral manusia
Hal-hal
dikembangkan dalam menentukan model multikulruralisme di Indonesia
adalah adanya keanekaragaman etnik, budaya, agama, ekonomi, sosial, dan
gender. Selain itu, dari segi geografis wilayah Indonesia memiliki
keunikan tersendiri karena wilayah dan pulaunya yang terpencar-pencar
dan bervariasi, yang berbeda dengan kondisinya dengan negara lain.
Dengan pendekatan multikultural ini, fenomena negatif yang ada di
masyarakat seperti deskriminasi, stereotip, dominasi,ketidakadilan,
ketimpangan dan prasangka buruk dapat dikurangi, sehingga masyarakat
yang berkeadilan, berkeselarasan, berkemitraan dan bertoleransi dapat
segera terwujud di Indonesia.
Pengembangan pendidikan multikultural
Ngainun
Naim dan Achmad Sauki (2008: 198) menjelaskan bahwa dalam
pengembangannya, kurikulum dengan menggunakan pendekatan mutikultural
haruslah didasarkan pada prinsip:
keragaman budaya menjadi dasar dalam menentukan filsafat, teori, model, dan hubunga sekolah dengan lingkungan sosial budaya setempat,
keragaman budaya menjadi dasar dalam pengembangan berbagai komponene kurikulum seperti juan, konten, proses, dan evaluasi,
budaya di lingkungan unit pendidikan adalah sumber belajar dan objek studi yang harus dijadikan bagian dari kegiatan belaar anak didik,
kurikulum beperan sebagai media dalam mengembangkan kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional.
Ada beberapa tahapan yang diperhatikan dalam pengembangan kurikulum
berbasis pendidikan multicultural (Pusat Kurikulum, 2007), yakni:
Merumuskan visi, misi, tujuan sekolah, dan pengembangan diri yang mencerminkan kurikulum sekolah yang berbasis multikultur.
Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Yang Bermuatan Multikultur, dengan memperhatikan hal-hal berikut:
Urgensi dengan kehidupan peserta didik yang berhubungan dengan multikultur;
keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran lain yang memuat multikultur;
elevansi dengan kebutuhan peserta didik dalam masyarakat yang multikultur;
keterpakaian atau kebermaknaan bagi peserta didik dalam aktivitas kehidupansehari-hari.
Mengidentifikasi Materi Pembelajaran Yang Bermuatan Multikultur, dengan mempertimbangkan:
keberagaman peserta didik;
karakteristik mata pelajaran;
relevansi dengan karakteristik daerah;
tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta didik;
kebermanfaatan bagi peserta didik;
aktualitas materi pembelajaran; dan
relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan.
Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran Yang Bermuatan Multikultur. Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antarpeserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Kegiatan pembelajaran yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri dan berpusat pada peserta didik dan dengan menerapkan beberapa metode yang relevan seperti metode diskusi, tanya jawab, bermain peran, penugasan, dan lain sebagainya. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran yang memuat multikultur adalah sebagai berikut:
Kegiatan pembelajaran multikultur disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik (guru), agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional.
Kegiatan pembelajaran multikultur memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik.
Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan materi pembelajaran muatan multikultur.
Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran yang bermuatan multikutur minimal mengandung dua unsur yaitu kegiatan peserta didik dan materi multikultur.
Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi Yang Bermuatan Multikultur. Indikator yang bermuatan multikultur merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang bermuatan multikultur. Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, lingkungan dan potensi daerah yang dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.
Penentuan Jenis Penilaian Yang Bermuatan Multikultur Penilaian pencapaian kompetensi dasar yang bermuatan multikultur bagi peserta didik dilakukan berdasarkan indikator yang bermuatan multikultur. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri. Penilaian yang bermuatan multikultur merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.
Menentukan Sumber Belajar Yang Bermuatan Multikultur Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang bermuatan multikultur digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. Penentuan sumber belajar yang bermuatan multikultur didasarkan padastandar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.
Pentingnya model-model pendidikan multikultural
Sebagai bangsa heterogen atau majemuk, multukulturalisme menjadi sangat
penting dikembangkan maka program-program multikultural senantiasa
diarahkan untuk menumbuhkan pemahaman dan partisipasi dari
kelompok-kelompok masyarakat agar tumbuh simpati terhadap perjuangan
multikultural tersebut. Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai
berikut :
multikulturalisme perlu menjadi bagian kurikulum pendidikan. Dimensi multikultural harus tercermin di dalam pelajaran kewarganegaraan, geografi, sastra, sejarah, politik dan ekonomi. Pendidikan agama dan moral perlu memperkenalkan realita pluralitas, tanpa mereduksi ke dalam relativisme. Akan lebih baik bila pemeluk agama yang bersangkutan yang memberi penjelasan.
di dalam ruang publik, dimensi multikultural perlu mendapat dorongan, selain dalam bentuk politik, juga dalam ekspresi seni, teater, musik dan film.
perlu dikembangkan program yang memungkinkan dijaminnya refresentasi minoritas di dalam politik, pendidikan dan lapangan kerja.
pemerintah perlu mendorong pengelola media massa seperti radio, televisi, koran, majalah dan internet agar memperhatikan dan mempunyai kepedulian multikultural.
Bentuk-bentuk kreativitas lain diperlukan untuk mengintensifkan
perjumpaan dan dialog. Kebijakan multikultural biasanya mengusik
kemapanan kelompok mayoritas yang sudah menikmati privilese sebagai
kelompok dominant. Penyebabnya ialah bahwa multikulturalisme mempunyai
implikasi terhadap masalah representasi politik, budaya, lapangan kerja
dan pendidikan. Maka reaksi pertama biasanya akan mendiskualifikasinya
sebagai gagasan yang mau mepertahankan hegemoni dan
kepentingan-kepentingan serta para pendukung mereka. Pemahaman bahwa
kelompok-kelompok budaya dan minoritas yang kuat akan mampu
memberdayakan civil society tidak masuk dalam perspektif para penentang
multikulturalisme.
Model
pendidikan di Indonesia maupun di negara-negara lain menunjukkan
keragaman tujuan yang menerapkan strategi dan sarana yang dipakai untuk
mencapainya. Sejumlah kritikus melihat bahwa revisi kurikulum sekolah
yang dilakukan dalam program pendidikan multikultural di Inggris dan
beberapa tempat di Australia dan Kanada, terbatas pada keragaman budaya
yang ada, jadi terbatas pada dimensi kognitif.
Penambahan
informasi tentang keragaman budaya merupakan model pendidikan
multikultural yang mencakup revisi atau materi pembelajaran, termasuk
revisi buku-buku teks. Terlepas dari kritik atas penerapnnya di beberapa
tempat, revisi pembelajaran seperti di Amerika Serikat merupakan
strategi yang dianggap paling penting dalam reformasi pendidikan dan
kurikulum. Penulisan kembali sejarah Amerika dari perspektif yang lebih
beragam meruapakan suatu agenda pendidikan yang diperjuangkan
intelektual, aktivis dan praktisi pendidikan. Di Jepang aktivis
kemanusiaan melakukan advokasi serius untuk merevisi buku sejarah,
terutama yang menyangkut peran Jepang pada perang dunia II di Asia.
Walaupun belum diterima, usaha ini sudah mulai membuka mata sebagian
masyarakat akan pentingnya perspektif baru tentang perang, agar tragedi
kemanusiaan tidak terulang kembali. Sedangkan di Indonesia masih
diperlukan usaha yang panjang dalam merevisi buku-buku teks agar
mengakomodasi kontribusi dan partisipasi yang lebih inklusif bagi warga
dari berbagai latarbelakang dalam pembentukan Indonesia.
Model
lainnya adalah pendidikan multikultural tidak sekedar merevisi materi
pembelajaran tetapi melakukan reformasi dalam sistem pembelajaran itu
sendiri. Affirmative action dalam seleksi siswa sampai rekrutmen
pengajar di Amerika adalah salah satu strategi untuk membuat perbaikan
ketimpangan struktural terhadap kelompok minoritas. Contoh yang lain
adalah model "sekolah pembauran" Iskandar Muda di Medan yang
memfasilitasi interaksi siswa dari berbagai latar belakang budaya dan
menyusun program anak asuh lintas kelompok. Di Amerika Serikat bersamaan
dengan masuknya wacana multikulturalisme, dilakukan berbagai lokakarya
di sekolah-sekolah maupun di masyarakat luas untuk meningkatkan kepekaan
sosial, toleransi dan mengurangi prasangka antar kelompok.
Untuk
mewujudkan model-model tersebut, pendidikan multikultural di Indonesia
perlu memakai kombinasi model yang ada, agar seperti yang diajukan
Gorski, pendidikan multikultural dapat mencakup tiga hal jenis
transformasi, yakni: transformasi diri, transformasi sekolah dan proses
belajar mengajar, transformasi masyarakat
BAB III
KESIMPULAN
Model
pendidikan di Indonesia maupun di negara-negara lain menunjukkan
keragaman tujuan yang menerapkan strategi dan sarana yang dipakai untuk
mencapainya. Pendidikan multikultural di Indonesia perlu memakai
kombinasi model yang ada, agar seperti yang diajukan Gorski, pendidikan
multikultural dapat mencakup tiga hal jenis transformasi, yakni:
transformasi diri, transformasi sekolah dan proses belajar mengajar,
transformasi masyarakat.
Pendidikan
multikultural juga dinilai penting guna menjembatani perbedaan
kepentingan dan perbedaan karakter dalam pendidikan-pendidikan lokal.
Perbedaan kepentingan merupakan salah satu kendala pembangunan
pendidikan nasional selama lebih dari setengah abad. Dengan
pengembangan model pendidikan berbasis multikultural diharapkan mampu
menjadi salah satu metode efektif untuk meredam konflik. Selain itu,
pendidikan multikultural bisa menanamkan sekaligus mengubah pemikiran
peserta didik untuk benar-benar tulus mengharagai keberagaman etnis,
agama, ras, dan golongan.
Pendidikan multukulturalisme
menjadi sangat penting dikembangkan maka program-program multikultural
senantiasa diarahkan untuk menumbuhkan pemahaman dan partisipasi dari
kelompok-kelompok masyarakat agar tumbuh simpati terhadap perjuangan
multikultural tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Agustian,Cunha, Darmoyo, dan Warmiyati.2006.Multikultural untuk Anak Usia Sekolah - Panduan Untuk Guru pendidikan-Multikultural-Di-Indonesi(http://www.atmajaya.ac.id/content.asp?f=13&id=3453),10 Maret 2010.
2009.Modelmodelpendidikanmulticultural(http://educationmantap.blogspot.com/2009/12/pendidikan-multikultural.html), 10 Maret 2010.
2009.MultikulturalDalamKurikulum(http://edukasi.kompas.com/read/2009/12/24/11352915/Multikultural.Dalam.Kurikulum), 10 Maret 2010.
Pend Pengembangan Model Pendidikan), 10 Maret 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar